A. Pengertian
Istilah Ahlus Sunnah wa al Jama’ah terdiri dari 3 kata, yaitu Ahlun, Al Sunnah, dan al Jama’ah. Secara etimologi, Ahlu berarti keluarga, penduduk, orang yang berilmu, atau pendukung.
Al Sunnah, menurut bahasa Arab, adalah al Thariqah, yang berarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup, atau perilaku, baik terpuji maupun tercela.
Sedangkan al Jama’ah menurut Ibn Taimiyah adalah persatuan. Ada juga yang mengartikannya sebagai ahlul Islam yang bersepakat dalam masalah syara’. Selain itu juga ada yang mengartikannya al Sawadul A’zham (kelompok mayoritas).
Menurut Muhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi, istilah Ahlus Sunnah wa al Jama'ah adalah istilah yang sama dengan Ahlus Sunnah. Dan secara umum para ulama menggunakan istilah ini sebagai pembanding Ahlul Ahwa' wal Bida'. Menurutnya, kata “ahlus sunnah” mempunyai dua makna: Pertama, mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang yang datangnya dari Rasulullah SAW dan para sahabat, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam. Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama’, dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama as sunnah, seperti Abu Ashim, al Imam Ahmad Ibn Hanbal, al Imam, al Khalal, dan lain-lain. Mereka mengartikan as sunnah sebagai i’tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma’.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa madzhab ahlussunnah wa al jama’ah itu merupakan kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Adapun penamaan ahlussunnah wa al jama’ah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa istilah Ahlus Sunnah terkenal dikalangan Ulama Mutaqaddimin (terdahulu) dengan istilah yang berlawanan dengan istilah Rafidlah, Jahmiyah, Khawarij, Murji'ah dan lain-lain.
Sedangkan Ahlus Sunnah tetap berpegang pada ushul (pokok) yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan shahabat radhiyallahu 'anhum. Selain itu dapat pula dipahami bahwa Ahlus Sunnah wa al Jama'ah adalah firqah yang berada diantara firqah-firqah yang ada, seperti juga kaum muslimin berada di tengah-tengah milah-milah lain.
Berbicara tentang Ahlus Sunnah wa al Jama’ah, kiranya tak lengkap tanpa menyebut nama dua orang tokoh yang begitu disegani di kalangan faham ini. Mereka adalah Abu al Hasan al Asy’ari dan Abu Manshur al Maturidi. Bahkan beberapa ulama’ mengatakan bahwa ahlus sunnah wa al jama’ah adalah pengikut Asy’ariyah dan Maturidiyah. Contoh misalnya, al Zubaidi yang pernah mengatakan: “Jika dikatakan ahlus sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah”. Senada dengan al Zubaidi adalah Hasan Ayyub yang mengatakan: “Ahlus Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka berdua. Mereka berjalan di atas petunjuk Salafus Shalih dalam memahami aqaid”.
B. Sejarah Ahlu Sunnah wal Jamaah
Dahulu di zaman Rosuluulloh SAW kaum muslimin dikenal bersatu. Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat mereka langsung datang pada Rosululloh. Itulah yang membuat para sahabt tidak sampai terpecah belah baik masalah akidah maupun dunia. Namun setalah Rosululloh wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali menjadi Kholiah. Perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedangkan akidh mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyyah.
Beberapa saat setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah mulai menyebar sehingga timbullah paham-paham yang menyimpang dari ajaran Rosululloh. Sehingga pada saat itu umat muslim terpecah menjadi dua bagian yaitu golongan ahli Bid’ah seperti Mu’tazilah, Syiah. Akan tetapi sebagian umat muslim masih ada yang berpegang teguh pada ajaran Rosululloh dan para sahabatnya (Ahli sunnah Wal Jamaah).
Ahli Sunnah Wal Jamaah timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham golongan Mu’tazilah yang mana golongan tersebut tidak percaya pada tradisi Nabi dan para sahabat dikarenakan mrereka ragu akan keoriginalan hadits-hadits yang mengandung sunnah atau tradisi itu. Oleh karena itu mereka dapat dipandang sebagai golongan yang tidak berpegang teguh pada sunnah.
Dengan demikian kaum Mu’tazilah, di samping merupakan golongan minoritas, adalah pula golongan Yang tidak kuat berpegang pada sunnah.
Mungkin inilah yang menimbulkan term Ahli Sunnah dan Jama’ah, yaitu golongan yang berpegang pada sunnah lagi merupakan mayoritas, sebagai lawan bagi golongan Mu’tazilah yang bersifat minoritas dan tak kuat berpegang pada sunnah.
Maka sunnah dalam term ini berarti hadis, sebagamana diterangkan Ahmad Amin, Ahli Sunnah dan Jama’ah, berlainan dengan kaum Mu’tazilah, percaya dan menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih. Dan Jama’ah berarti mayoritas sesuai dengan tafsiran yang diberikan Sadr al-syari’ah al-mahbubi yaitu “amah al-muslimin.
Term ini kelihatannya banyak dipakai sesudah timbulnya aliran-aliran al-Asy’ari dan al-Maturidi, 2 aliran yang menentang ajaran-ajarn Mu’tazilah. Dalam hubungan ini Tasy Kubro Zadah menerangkan: aliran Ahli Sunnah dan Jama’ah muncul atas keberanian Abu al-Hasan al-Asy’ari di sekitar tahun 300 H, karena ia lahir di tahun 260 H, dan menjadi pengikut Mu’tazilah selama 40 tahun. Dengan kata lain al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah sekitar tahun 300 H dan selanjutnya membentuk aliran teologi yang kemudian dikenal dengan namanya sendiri.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.
C. Riwayat Singkat Al-Asy’ariah
Nama lengkapnya adalah Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Dilahirkan di Bashrah tahun 260 H/875 M, ketika usia 40 tahun ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324 H/935 M.
Dulunya Al-Asyari adalah menganut faham Mu’tazilah tapi hanya sampai berusia 40 tahun, setelah itu ia tiba-tiba mengumumkan dihadapan jamaah Masjid Basrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah alasannya adalah karena ia bermimpi pada Rasul sampai tiga kali bulan ramadhan yaitu malam ke- 10, 20 dan 30, dan dalam mimpinya Rasulullah memperingatkan agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.
D. Doktrin-Doktrin Al-Asy’ari
1. Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-Asy’ari berpndapat bahwa sifat-sifat Alloh itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnya tidak terpisah dari esensinya. Dengan demikian, tidak berbeda dengannya.
2. Kebebasan dalam berkehendak
Al-Asy’ari membedakan antara Kholiq dan Kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta perbuatan manusia sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya. Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu.
3. Akal dan Wahyu dan Kriteria baik dan buruk
Menurut Al-Asy’ari, bahwa kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.
Dalam menentukan baik dan buruk, Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk berdasarkan pada wahyu.
4. Qodimnya Al-Qur’an
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyinya, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qodim.
5. Melihat Allah
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat tetapi tidak dapat digambarkan.
6. Keadilan
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah Penguasa Mutlak.
7. Kedudukan Orang Berdosa
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.
E. Riwayat Singkat Al-Maturidi
Abu Mansur Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, kota kecil di Samarkand, tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti hanya diperkirakan tahun 333 H/944 M. dan wafat tahun 268 H. Karya beliau diantaranya adalah : Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an, Ushul fi Ushul Ad-Din. Dll.
F. Doktrin-doktrin Al-Maturidi
1. Akal dan wahyu
Menurut Al-Maturidi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat al qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan dan keimananya terhadap Allah.
2. Kriteria baik dan Buruk
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpndapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu terltak pada sesuatu itu sendiri.
3. Perbuatn Manusia
Al-Maturidi mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan Karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya.
4. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa segala perbuatan yang baik maupun yang buruk adalah ciptaan Tuhan, tetapi menurut Al-Maturidi bukan berarti Tuhan berbuat berkehendak dengan sewenang-wenang serta sekehendak-Nya semata, tapi sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
5. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, sesuai dengan firman Allah Surah Al-Qiyamah ayat 22 dan 23.
6. Sifat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa Allah itu mempunyai sifat seperti sama, bashar, dsb.
7. Kalam Allah
Al-Maturidi mengatakan bahwa Al-Qur’an dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu.
8. Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak kafir dan tidak kekal dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat, karena Allah telah berjanji pada manusia akan memberikan balasan sesuai dengan perbuatannya. Kalau yang kekal di dalam neraka itu adalah untuk orang yang berbuat dosa syirik.
G. Hadits tentang perpecahan golongan
والذى نفس محمد بيده لتفترق امتى على ثلاث وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار قيل من هم يا رسول الله ؟ قال اهل السنة والجماعة (رواه الطبرانى
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada dalam genggamanNya, umatku akan bercerai-berai ke dalam 73 Golongan. Yang satu masuk surga dan yang 72 masuk neraka”. Ditanyakan: ”Siapakah mereka (golongan yang masuk surga) itu, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Mereka adalah Ahlussunnah wal Jama’ah”. (HR. Thabrani)
تفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة الناجية منها واحدة والباقون هلكى قالوا ومن الناجية؟ قال أهل السنة والجماعة قيل وما السنة والجماعة؟ قال ما أنا عليه اليوم وأصحابي
Umat ini nantinya juga akan terpecah menjadi 73 sekte, satu yang selamat, yang lainnya dalam kerusakan. Shahabat bertanya, ”Siapa yang selamat?” Nabi menjawab: ”Ahlussunah wal Jama‘ah”. Mereka bertanya kembali: ”Siapa Ahlussunah wal Jama‘ah?” Jawab Nabi: ”Adalah apa yang aku dan sahabatku praktekkan hari ini”.
KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan mengenai ahli sunnah wal jama’ah diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang diantaranya :
1. As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan
2. Adapun dalam pengertian Asyari’ah, Al-Jama’ah ialah orang-orang yang telah sepakat berpegang dengan kebenaran yang pasti sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
3. Ahli Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang menjalani sesuatu seperti yang dijalani oleh Nabi dan sahabat-sahabatnya
Ahlu sunnah Wal jama’ah timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham golongan mu’tazilah yang mana golongan tersebut sudah tidak berpegang teguh pada ajaran Nabi dan para sahabatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Nasution, Harun. 2009. Teologi Islam. Jakarta: UI Press