Kaum Muslimin mengakui sepenuh hati bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia. Namun tidak semua kaum muslimin secara langsung dapat memahaminya sebagai petunjuk hidup. Oleh karena itu bantuan penafsiran dan penta'wilan terhadap Al Qur'an sangat dibutuhkan, dari sini peran Mufassir sangat dibutuhkan agar Al Qur'an dapat dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk hidup manusia.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan Al Qur'an, yaitu Tafsir bil Ma’tsur dan Tafsir bil Ra’yi, Tafsir bil Ma’tsur terdiri dari tiga macam yaitu Tafsir Al Qur'an bi Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an bil as Sunnah, Tafsir Al Qur'an bil Atsar as Sahabat[1], sedangkan Tafsir bil Ra’yi adalah penafsiran Al Qur'an dengan menggunakan akal dan ijtihad. Masing-masing pendekatan mempunyai kelemahan dan kelebihan, salah satu kelemahan yang dimiliki Tafsir menggunakan pendekatan Ma'tsur adalah masuknya unsur-unsur Israiliyah kedalamnya, maksudnya riwayat Israliyat kedalam penafsiran Al Qur'an disebabkan adanya persamaan masalah antara keduanya terutama tema yang menyangkut umat terdahulu[2].
- Definisi dan sejarah munculnya riwayat Israliyat
Israliyat merupakan bentuk plural (jamak) dari lafadh Israiliyah, yaitu bentuk kata yang dinisbatkan pada Bani Israil. Menurut Shobir Abdurrohmah Tuaimah Israil adalah bahasa Ibrani yang tersusun dari dua suku kata, “ isra” yang berarti hamba atau seorang pilihan dan “ il “ yang berarti Allah, jadi Israil berarti Abdullah atau seorang hamba Allah[3]. Adapun yang dimaksud dengan riwayat Israiliyah adalah kisah-kisah yang berasal ahli kitab baik Yahudi maupun Nasrani yang masuk kedalam penasiran Al Qur'an, kisah-kisah tersebut dinisbatkan kepada pihak Yahudi (Bani Israil) karena yang paling dominan adalah Yahudi[4]. Ahmad Kholil dalam bukunya Dirasah fi Al Qur'an berpendapat bahwa Israliyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari ahli kitab, baik yang berhubungan dengan ajaran Agama mereka maupun yang tidak ada hubungannya[5].
Munculnya kisah-kisah Israliyat kedalam budaya arab disebabkan masuknya orang-orang Yahudi secara besar-besaran ke tanah Arab pada tahun 70 M. Orang-orang yahudi tersebut membentuk komunitas-komunitas yang sebagian besar tinggal di Yastrib (Madinah) seperti komunitas Bani Qoiquniqo’, Bani Nadzir dan Bani Quraidhoh sedangkan komunitas lainya tinggal didaerah yang cukup jauh, seperti Khaibar, Taimah, Fada’ dan Wadi’ Al Qura’. Pada era Rasullulah riwayat Israliyat tidak banyak berkembang dalam penafsiran Al Qur'an, karena semua permasalahan yang berhubungan dengan Al Qur'an langsung ditanyakan kepada Rasulullah, kendati demikian Rasulullah tidak melarang untuk menerima informasi atau menyebarkan informasi dari Bani Isara’il sebagaimana sabda beliau[6]:
بلغوا عني ولو اية, وحدثوا عن بني اسرائيل ولا حرج, ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار(رواه البخاري)
"Artinya sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka. (HR. Bukhori.)"
Demikian juga dalam Hadits lain Beliau bersabda[7] :
لاتصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم وقولوا امنا بالله وماانزل الينا(رواه البخاري)
" Artinya : Janganlah kamu benarkan ahli kitab dan jangan pula kamu mendustakannya tapi katakan”kami beriman kepada Allah dan yang telah diturunkan kepada kami(HR. Bukhori)"
Namun pada masa Sahabat riwayat Israliyat semakin tersebar disebabkan orang yang dimintai penjelasan (Rasulullah) sudah Wafat dan juga dikarenakan adanya persamaan antara Al Qur'an dengan riwayat Israliyat, hanya saja para Sahabat mengambil riwayat Israliyat pada term-term yang tidak berhubungan dengan akidah dan hukum[8].
- Proses Masuknya Riwayat Israliyat kedalam Tafsir Al Qur'an
Islamnya tokoh penting kaum yahudi seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab Al Akhbar, Wahab bin Munabih, Abdul Malik bin Abdul Aziz menyebabkan kisah-kisah Israliyat semakin kental dengan Al Qur'an, lebih-lebih setelah ditemukan titik persamaan antara kisah-kisah Al Qur'an dengan kisah-kisah Israliyat walaupun sebagian yang lain timbul paradoks.
Pada sisi lain Al Qur'an menyajikan penampilan yang berbeda dengan Taurat dan Injil sebagai sumber kisah-kisah Israliyat. Al Qur'an menyajikan kisah-kisah yang mengandung nasihat dan pelajaran secara global sedangkan Taurat dan Injil lebih rinci dan detail dalam mengupas kisah-kisah tersebut, hal ini kemudian menjadi inspirasi para mufassir untuk memasukan unsur-unsur riwayat Israliyat kedalam penafsiran Al Qur'an. Ketika Al Qur'an berbicara tentang kisah Adam dan iblis dalam surat Al Baqarah dan surat Al A’raf misalnya, Al Qur'an tidak menyebutkan secara rinci letak surga, nama pohon yang tidak boleh dimakan dan bentuk iblis yang mengoda Nabi Adam dan hawa. Sedangkan Taurat lebih rinci menerangkan kisah Adam dan iblis, dalam Perjanjian pasal dua sampai tiga dikisahkan bahwa surga yang ditempati adam adalah surga "Adn," disebelah timur, pohon yang terlarang yang dimaksud adalah pohon kehidupan yaitu pohon kebaikan dan pohon kejahatan, sedangkan iblis yang menghasut itu berbentuk seekor ular. sebagai sangsi atas kedurhakaan Adam yang terperdaya oleh iblis akhirnya diberi sangsi oleh Allah berupa kehamilan istrinya dan keturunannya[9].
Kendati demikian sekali lagi para mufassir tidak serta merta menafsirkan Al Qur'an dengan riwayat Israliyat, mereka mengadopsi riwayat-riwayat Israliyat hanya untuk menafsirkan kisah-kisah sejarah yang tidak ada sangkut pautnya dengan ketetapan hukum dan akidah.
- Klasifikasi Riwayat Israliyat
Riwayat-riwayat Israliyat dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu[10] :
Pertama riwayat Israliyat yang di pandang benar yaitu jika berkesesuaian dengan al Qur'an dan Sunnah. posisi riwayat Israliyat di sini hanya sebagai pembanding bukan rujukan utama. Riwayat Israliyat semacam ini diperbolehkan untuk meriwayatkannya sebagai argumen untuk membenarkan terhadap apa-apa yang telah termaktub dalam kitab-kitab sebelumnya sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Kahfi ayat 65, Allah tidak menyebutkan dengan jelas nama seorang hamba yang menemani Nabi Musa. Allah hanya menyebutkan "hamba dari kalangan hamba-hamba kami(Allah) yang kami berikan rahmat dan kami ajarkan ilmu di sisi kami". sedangkan riwayat Israliyat menyebutkan bahwa hamba Allah itu bernama Khidir.
Kedua riwayat Israliyat yang diketahui kebohonganya yaitu apabila bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah atau sulit dicerna oleh akal sehat seperti kisah bahwa kapal Nabi Nuh tawaf di sekeliling Ka'bah dan shalat di makam Nabi Ibrohim dua raka'at ini semua dusta dan tidak masuk akal karena Nabi Nuh hidup sebelum Nabi Ibrohim.
Ketiga riwayat Israliyat yang didiamkan yaitu apabila riwayat Israliyat berpotensi untuk diterima dan juga ditolak, seperti nama-nama Ashab al Kahfi dan kisah seorang pemuda pada zaman Nabi Musa yang membunuh pamannya sendiri lantaran tidak diperbolehkan menikah dengan putri pamannya.[11]
- Pendapat Ulama
Para ulama kita, seperti Imam Malik, Ibnu Hajar Asyqolani, Ibnu Taimiyah, Imam Baqa'i merumuskan hukum menafsirkan Al Qur'an dengan riwayat Israiliyat dengan dasar Hadits Nabi :
بلغوا عني ولو اية, وحدثوا عن بني اسرائيل ولا حرج, ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار(رواه البخاري)
"Artinya sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka. (HR. Bukhori)"
dan juga dalam Hadits lain Beliau bersabda :
لاتصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم وقولوا امنا بالله وماانزل الينا(رواه البخاري)
" Artinya : Janganlah kamu benarkan ahli kitab dan jangan pula kamu mendustakannya tapi katakan”kami beriman kepada Allah dan yang telah diturunkan kepada kami(HR. Bukhori)"
Dan berdasarkan Firman Allah :
* $yg•ƒr'¯»tƒ ãAqß™§9$# Ÿw y7Râ“øts† šúïÏ%©!$# tbqããÌ»|¡ç„ ’Îû Ìøÿä3ø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#þqä9$s% $¨YtB#uä óOÎgÏdºuqøùr'Î/ óOs9ur `ÏB÷sè? öNßgç/qè=è% ¡ šÆÏBur tûïÏ%©!$# (#rߊ$yd ¡ šcqã軣Jy™ É>É‹x6ù=Ï9 šcqã軣Jy™ BQöqs)Ï9 tûïÌyz#uä óOs9 š‚qè?ù'tƒ ( tbqèùÌhptä† zOÎ=s3ø9$# .`ÏB ω÷èt/ ¾ÏmÏèÅÊ#uqtB ( tbqä9qà)tƒ ÷bÎ) óOçFÏ?ré& #x‹»yd çnrä‹ã‚sù bÎ)ur óO©9 çnöqs?÷sè? (#râ‘x‹÷n$$sù 4 `tBur ÏŠÌムª!$# ¼çmtFt^÷FÏù `n=sù y7Î=ôJs? ¼çms9 šÆÏB «!$# $º«ø‹x© 4 šÍ´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# óOs9 ÏŠÌムª!$# br& tÎdgsÜムóOßgt/qè=è% 4 öNçlm; ’Îû $u‹÷R‘‰9$# Ó“÷“Åz ( óOßgs9ur ’Îû ÍotÅzFy$# ëU#x‹tã ÒOŠÏàtã ÇÍÊÈ
" Artinya : Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami Telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan Ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan Ini Maka hati-hatilah". barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. Al Maidah:41)"
Hadits dan Ayat Al Qur'an diatas terkesan ada pertentangan (Ta'arud), Hadits pertama terkesan mengizinkan periwayatan Israiliyat, sedangkan Ayat Al Qur'an melarang. Para ulama kemudian merumuskannya menjadi tiga[12] :
- Cerita Israliyat yang sesuai dengan syariat dapat dibenarkan dan kita boleh meriwayatkannya.
- Cerita yang bertentangan dengan syariat, harus ditolak dan kita haram meriwayatkannya, kecuali untuk menerangkan kesalahannya.
- Sedangkan cerita Israliyat yang didiamkan oleh syariat, jangan dihukumi dengan apapun juga, baik membenarkan maupun mendustakannya, dan boleh meriwayatkannya karena sebagian besar yang diriwayatkan itu kembali pada masalah cerita-cerita dan berita-berita, bukan pada masalah akidah maupun masalah hukum, adapun cara meriwayatkannya hanya sekedar mengemukakan hikayatnya saja.
- Pengaruh Israiliyyat dalam Penafsiran
Masuknya riwayat Israliyat dalam penafsiran banyak menimbulkan pengaruh negatif pada umat islam [13] seperti:
- Merusak aqidah umat Islam seperti yang dikemukakan oleh Muqotil dan Ibnu Jarir tentang kisah Nabi Daud. dengan istri panglima (Uria) dan kisah Nabi Muhammad dengan Zainab binti Jahsy, yang keduanya mendeskriditkan para Nabi yang maksum serta menggambarkan Nabi sebagai pemburu nafsu seksual.
- Memberikan kesan bahwa islam itu agama khurafat, takhayyul dan menyesatkan. Hal ini tampak pada riwayat Al Qurtubi[14] ketika menafsirkan Firman Allah:
ûïÏ%©!$# tbqè=ÏJøts† z¸öyèø9$# ô`tBur ¼çms9öqym tbqßsÎm7|¡ç„ ωôJpt¿2 öNÍkÍh5u‘ tbqãZÏB÷sãƒur ¾ÏmÎ/ tbrãÏÿøótGó¡o„ur tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä $uZ/u‘ |M÷èÅ™ur ¨@à2 &äóÓx« ZpyJôm§‘ $VJù=Ïãur öÏÿøî$$sù tûïÏ%©#Ï9 (#qç/$s? (#qãèt7¨?$#ur y7n=‹Î6y™ öNÎgÏ%ur z>#x‹tã ËLìÅspgø:$# ÇÐÈ
" Artinya: (Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, (Al Mukmin:7)"
dengan mengatakan, kaki Malaikat pemikul Arsy itu berada di bumi paling bawah, sedangkan kepalanya menjulang ke Arsy.
- Memalingkan perhatian Umat Islam dalam mengkaji soal-soal keilmuan Islam, dengan larutnya umat Islam dalam menikmati kisah-kisah Israliyat, mereka tidak memikirkan hal-hal makro, seperti sibuk dengan nama dan anjing Ashabul Kahfi, jenis kayu dari tongkat Nabi Musa a.s dan lain sebagainya, dimana perincian seperti itu tidak diutamakan dalam Al Qur'an karena memang tidak bermanfaat, karena kalau hal itu bermanfaat, maka Al Qur'an tentu akan menjelaskannya.
Dari uraian diatas kita dapat menarik beberapa benang merah bahwa riwayat Israiliyat tidak hanya terdiri kisah-kisah Yahudi tetapi juga kisah-kisah Nasrani, hanya saja kisah-kisah Nasrani lebih sedikit jumlahnya.
Islamnya beberapa tokoh penting Yahudi berdampak pada masuknya kisah-kisah Israiliyat kedalam penafsiran Al Qur'an. Disamping itu, Al Qur'an mempunyai karakter yang berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya. Kisah-kisah yang terdapat dalam Al Qur'an lebih berwajah global dibandingkan dengan kisah-kisah yang berada dalam Kitab-kitab sebelumnya.
Melihat kandungan Al Qur'an dan Riwayat-riwayat Israiliyat yang terkadang terjadi paradoks, maka timbul klarifikasi Riwayat Israiliyat, yaitu :
a. Riwayat Israiliyat yang dipandang benar yaitu yang sesuai dengan apa yang termaktub didalam Al Qur'an dan Sunnah Nabawiyah.
b. Riwayat Israiliyat yang dipandang bohong (salah) yaitu yang tidak sesuai dengan Al Qur'an dan sulit untuk dicerna oleh akal.
c. Riwayat Israiliyat yang didiamkan yaitu Riwayat yang punya potensi untuk diterima dan juga ditolak.
Dengan adanya klasifikasi Riwayat Israiliyat sebagaimana diatas, maka dapat ditarik kesimpulan hukum dalam penafsiran Al Qur'an mengunakan Riwayat-riwayat Israiliyat, pertama boleh meriwayatkan kisah yang sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah, Kedua tidak diperbolehkan meriwayatkannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Al Jauziyah, Ibnu Qoyyum, Belajar mudah Ulum Al Qur'an, Lentera Bashritama,Jakarta,2002
- Qattan, Manna’ul, Mabahist fi Ulumil Qur’an, Darul qolam, Beirut, tt
- Badruzzaman,Ahmad Dimyati, Kisah-kisah Israiliyat dalam Tafsir Munir, Sinar Baru Algesindo,Bandung,2005
- Anwar, Abu, Ulumul Qur'an, Sinar Grafika, 2005
- Abu Syahbah,Muhammad bin Muhammad,Al Israiliyat wa al Maudhuat fi kutub at Tafsir, Maktabah Sunnah, Kairo, 1408 H
- Al Harani, Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmuatul Fatawi, Maktabah Taufiqiyah, Jeddah,tt,
- Syadili, Ahmad, Ulumul Qur'an, CV.Pustaka Setia, Bandung,2000
- Asyqolany, Ibnu Hajar, Fathul Bari bi Syarhi Shahih al Bukhori, Darul Fikr, Beirut,tt
- Al Qurtubi, Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farah, Al Jamiu lil Ahkam al Qur'an, Darl al Sya'bi, Kairo,1372 H
[1] Mana’ Al Qatthan, Mabahis fi Ulumil Qur’an,Al Hidayah Surabaya,tt,hal 347
[2] Ibnu Qoyyum Al Jauziyah,Belajar mudah ulum al Qur’an, Lentera Bashritama, 2002,hal 276
[3] Ahmad Dimyati Badruzzaman, Kisah-kisah Israliyat dalam tafsir munir,Bandung Sinar baru Algesindo,2005, hal 46
[4] Mana’ Al Qatthan, Op.Cit hal 354
[5] Drs Abu Anwar, M.Ag, UlumulQur’an,, Sinar Grafika Offset, 2005,hal 106
[6] Hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Ibnu Umar, No.3202 dalam Kitab Shohih Bukhori Bab Ahaditsun Nabi
[7] Hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Abu Hurairah, No.4125 dalam Kitab Shohih Bukhori Bab Tafsirul Qur'an
[8] Mana’ Al Qatthan.Op.Cit,hal 354
[9] Ahmad Dimyati Badruzzaman. Op.Cit, hal 42
[10] Dr.Muhammad bin muhammad Abu syahbah,Al Israliyat wa al maudhuat fi kutub at tafsir,Maktabah sunnah,Mesir,1408 H,hal.106-108. Taqiyuddin Ahmad ibnu Taimiyah Al Harani, Majmuatul Fatawi,Maktabah Taufuqiyah, Jeddah,tt,Vol 13 hal 208-209 bandingkan dengan ulumul qur'an Dr.H A.syadali M.A dkk.hal259-268
[11] Ahmad Dimyati Badruzzaman op cit.hal,48
[12] Ibnu Hajar Asyqolany,Fathul Bari bi Syarhi Shahih Al Bukhori,Darul Fikr, Beirut,tt,Vol 6,Hal 388. Dr.Muhammad Abu Syahbah.Op.Cit. hal 107. Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah Al Harani,Op.Cit.hal 208-209
[13] Ibnu Qoyyum Al Jauziyah op cit.hal.276
[14] Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farah Al Qurtubi,Al Jamu li al Akhkami al Qur'an,Dar Al Sya'bi, Kairo, 1372H,Vol 15 Hal,294